Kereta Expres Metropolitan
Setiap hari di kota Metropoltan, Jakarta ibu kota negri tercinta bagaikan negri yang tak pernah tidur, sejak pagi selepas tengah malam pedagang sayur mayur dan kue kue jajanan hiruk pikuk mengusik senyapnya kota Jakarta belanja dan mejajakan kebutuhan jutaan penduduk yang tak pernah kenyang apa saja dapat dijual belikan dari emas permata hingga kotoran kuda , dari Presiden sampai gelandangan, dari yang cantik hingga yang kudisan, dari penguasa hingga yang tertindas dari Monohara sampai Cici Paramida menyatu dalam permasalahan Ibu kota hingga sulit membedakan mana yang setan dan mana yang manusia semua saling curiga berdampak ketegangan terukir dalam raut wajahnya.
Ketika azan subuh telah berkumandang arus penduduk sudah sulit dikendalikan memadati setra keramaian dari pasar, terminal dan stasion kereta arus penduduk terasa memadati setiap celah jalanan jangankan naik mobil jalan kaki pun mengalami kemacetan ksewrawutan sudah merupakan pemandangan keseharian, hanya kereta expres pelarian, moda transpotasi sarana yang diharapkan, walau berdesak walau kadang terlambat semua setia menanti kedatangannya .
Sutu pagi seperti hari hari biasanya berangkat gelap pulangnya petang naik kereta ekonomi terkadang patas, tergantug banyak uang yang tersedia dalam kantong yang pas-pasan asal cukup sampai akhir bulan dari Bekasi,Kranji,Klender, Jatinegara, Manggarai dan turun Sudirman sambung Metro mini sampai ketempat kerja..
Jam 17 sepulang kerja melalui jalan yang itu itu juga, namun entah kena apa badanku terasa kurang enak ,terbenak pigin kestasion lebih cepat, berharap dapat kebagian tempat duduk di kereta, setelah beli karcis lalu berdiri di peron terdepan menunggu datangya kereta, keretapun segera tiba semua penumpang berlompatan berebut kursi di kereta, memang sebagaian ada yang sengaja membawa kursi lipat, aku pun tak buang kesempatan kudapat duduk pada kursi terdekat, lega rasanya aku dapat duduk sambil menata napas yang masih tersengal belum saja nafas ini tertata datanglah ibu ibu muda yang sedang bebadan dua, menghampiri, permisi pak celatuknya, aku menggeser duduku, selang kemudian datang lagi ibu ibu sama berbadan dua permisi pak namun rasanya pantat ini sudah tak dapat digeser, setelah kutengok kekiri kekanan ternyata kok semua ibu ibu berperut besar, terpaksa kulepaskan kursi telah kuperebutkan, kuberdiri sambil mngamati diding kereta , ternyata disitu tertulis khusus untuk ibu ibu hamil, aduh malu rasanya bercampur geli menyatu dalam gelantungan tiang kereta ,tersirat dalam pikirku inilah kemamuan yang terdorong emosi memaksakan kehenda tanpa peduli kanan kiri, akahirnya malu yang kudapatkan, kututup kan mataku dengan menempelkan mata dilengan yang bergelantungan sambil sekali kali mengintip orang orang diseitar semua diam semua merunduk dan matanya engan ditatap dan menghindar untuk saling bertemu muka entah apa yang dipikirkan, semua diam semua bisu,muka meruduk berpura pura dipejamkan sekaakan tidur lelap, namun telinganya seakan liar mencari informasi hingga sedikit celotehan orang pun akan mejadi pusat perhatian , apakah ini norma dikereta semua diam hanya desir angin dan gemrisik gesekan rel nyaring terdengar, apa lagi kalau pulang terlamabat, ikut kereta penghabisan jam 21.30 berangakat semua terrunduk diam seakan hantu hantu di kereta hingga timbul suatu cerita Kereta hantu suatu malam dari Depok UI -Jakarta, pernah penumpang ketakutan sampai stasion terdekat turun dan tak berani meneruskan perjalanan
Azan magribpun terkadang masih di kereta sampai rumah sudah lewat isak, baru duduk sebentar, sudah larut malam esoknya harus segera berangkat seperti biasanya tersa waktu hidupku habis dijalanan .
Itulah kisah kerja di Metropolitan ,masih untung rumahnya kelewatan jalur kereta kalau tidak jam 5 subu sudah ngejar ngejar angkutan, sungguh sampai kantorpun sudah merupakan perjuangan masihkah dikantor akan saling salah menyalahkan, kekesalanpun terkadang terbawa kerumah ,sungguh kasihan anak istri di rumah sudah bercengkerama pun tak pernah masih dibebani kekesalan, akhirnya tujuan utamanya lepas maunya bekerja untuk membahagiakan keluarga hasilnya membikin kekesalan dirumah
Kondisi demikianlah merupakan salah satupenyebak sikap orang Metropolitan “ Lou lou gua gua ,teman sih teman curiga jalan terus “
Ingat dulu ketika aku masih duduk dibangku taman kanak kanak,keceriahan pun terpancar dalam raut wajahnya walau baju gelepotan dengan premen cokelat tertawa becanda ria tanpa beban , lalu aku semakin besar terpikir akan bahagia bila telah selesai kuliah, ternyata selesai kuliah bingung mencari kerja setelah kerja rasanya akan bahagia kalau sudah punya pendamping, setelah punya pendamping mungkin akan bahagia kalau sudah punya anak, sudah punya anak terpikir enak kalau anak sudah besar dapat berjalan jalan bersama, anak sudah besar tidak ada waktu, ,mungkin enak nati kalau sudah pensiun punya waktu banyak sudah pensiun dan akhirnya sampai matipun kita tak pernah dapat apa apa, sebetulnya banyak yang dapat kita lakukan untuk membahagiakan keluarga, namun kita terlalu banyak kehendak padahal hanya sedikit yang diperlukan, kau diberi makan ,makanlah seperlunya bukan sebanyak banyaknya kau makan akhirnya dimutahkan, kau diberi Dunia, gunakanlah sperlunya bukan kau exploitasi habis habisan, kau diberi hutan , tebanglah seperlunya buan dibabat habis akhirnya jadi petaka.
Nah cerita Kereta Expres Metro Politan kami akhiri disini saja, sekali kali boleh juga nyoba naik Kereta Komuter Metropolitan dari Jatinegara, Periuk, Kota, Tanah abang kembali Jatinegara, Hanya pesan eyang gunakan waktumu sekarang juga jagan kau pikirkan masa lalu hanya menamabah beban waktu sekarang, jangan kau pikirkan masa akan datang itu gaib adanya hanya sang pencipta yang mengetahuinya.
Adios ,selamat malam
Roch, 17 Juni 2009